Saturday, November 2, 2013

Penghulu Bagai Angin Lalu

Sebenarnya urusan KUA lebih penting dari urusan yang lainnya, karena kalo ini ngga beres bisa runyam semuanya. Syarat-syarat nikah pasti sudah banyak yang posting dan bisa di-googling dengan mudah, cuma saya disini mau cerita pengalaman saya dengan pasangan saat berurusan dengan KUA dan petugasnya.
Saya dan suami cuma kasih semua syarat-syarat ke orang tua dan diurusin sama orang tua dan pak kaum (orang yang ngurus-ngurus pernikahan di desa). Jadi pas saya dan pasangan pulang sudah beres dan tinggal daftar ke KUA aja.
Dari semua syarat-syarat yang dikasih, katanya format fotonya salah. Saya dan pasangan harus foto bareng (nggak boleh pisah-pisah pake pas foto)di tukang foto yang udah jadi rekanan si KUA dengan alasan takutnya pasangan yang didaftarin sama aslinya ternyata beda atau menipu. Tapi ternyata pas ditanyain ke petugas KUA-nya boleh kok pas foto terpisah dengan ukuran 2x3. Kan yang penting petugas KUA-nya sudah liat wujud saya dan suami seperti apa, masak iya kita mau nipu atau pake calo buat nikah.
Di banner KUA ditulis kepengurusan administrasi pernikahan mudah dan hanya 15 menit. Ya 15 menit. Tapi faktanya kita 2 jam nunggu di KUA sampe salah tingkah dengan alasan laptopnya rusak dan software buat daftarin pernikahannya harus diinstal lagi. Oh my, lama sekali sampe saya mau ngusulin ke petugas KUA-nya coba diliat sama pasangan saya yang sarjana komputer, jangan-jangan rusaknya sepele tapi yang reparasi ngga ngerti. Setelah menunggu, akhirnya petugas dateng, tapi curiga kayak habis kondangan deh bukan habis benerin laptop. Tapi yasudahlah, yang penting urusan cepet selesai.
Saya kira ngurus nikah hari Minggu dari H-1 bulan di daerah itu santai. Artinya antrian nikahnya nggak banyak karena rata-rata kalo di kampung kan nikah hari-hari kerja. Saya sama pasangan sih pengennya jam 8 nikahnya karena jam ideal banget. Udah gitu undangan udah dicetak, akad nikah jam 8 dan resepsi jam 11. Tapi ternyata oh ternyata antriannya sudah numpuk. Udah ada yang ‘booking’ penghulu jam 8 dan jam 9. Tadaaa, gimana ini? Saya ngga bisa mikir. Akhirnya tersisa jam 10. Udah maksa penghulu jam 7 tapi mereka nggak mau dengan alasan kepagian dan itu hari Minggu.
Akhirnya (unuk sementara) ditulis dulu jam 10. Tentatif banget sih ini jamnya karena bisa jadi tambah molor. Soalnya jam 11 di undangan itu udah ngga bisa diganggu gugat, apalagi kita pake upacara adat yang lama. Tukang rias malah ngusulin akad nikahnya ganti hari Sabtu malemnya aja. Alamak, undangan udah dicetak masa diubah lagi. Ribet ah! Untuk sementara ini diterima aja jam 10 dulu.
Buat biaya nikah dan KUA, saya selalu gembar-gembor kalo biayanya cuma 30 ribu rupiah. Itu kenapa nikah tuh murah. Yang mahal resepsinya ato ngga kalo ada oknum penghulu yang ‘nakal’. Ngomong-ngomong soal penghulu ‘nakal’, sepupu saya sampai habis sejuta lebih buat daftar dengan alasan biaya wali (karena dia mualaf dan ayahnya non Islam) dan biaya nikah. Mahalnyaa.
Biaya nikah kali ini 300ribu. Mahal? Enggak buat saya, tapi ini udah 10 kali lipat dari biaya nikah aslinya. Kata ibu petugas KUAnya ini sudah biasa, harga standar kalo mau menikah di rumah. Dia agak canggung pas ngomong gitu, mungkin keder juga sama saya yang dia tau adalah wartawan, dan calon suami yang juga kerja di media. Saya bayar aja 300ribu, namun jangan harap akan senang karena uang itu plus uang ‘intervensi’ esok harinya, hahaha.
Iya intervensi ibu saya yang datang ke KUA sama bapak saya beberapa hari kemudian buat ‘maksa’ si penghulu mau ubah jam jadi jam 7. Setelah dipaksa, si penghulunya mau tanpa biaya tambahan (masih tetep 300ribu tapinya) dengan alasan nggak enak sama saya dan calon suami yang wartawan, takut kenapa-napa (padahal saya juga ngga ngapa-ngapain, hahaha). Si penghulu juga nggak enak mau minta uang bayaran lagi (dengan alasan nggak enak dan takut) dan si ibu juga udah berkomitmen nggak akan ngasih dia ‘tip’ habis nikahin saya ntar. Cukup 300 ribu itu. Tapi si penghulu mengajukan syarat, kalo ngga tepat jam 7 alias telat, maka dia akan pergi dulu dan balik lagi buat ijab kabul jam 10. Oke deh pak siap.

Oya, kata ibu, selama dia ‘intervensi’ di KUA itu si penghulu malah curhat kalo uang 300 ribu itu selain buat administrasi nikah juga buat beli gula, kopi, teh, sama bayar listrik di KUA. Bayar listrik? Emang ngga dikasih anggaran sama dinas yg membawahinya? Si penghulu jadi ngga enak sama ibu (takut diberitain ato ngga dilaporin KPK sama anaknya kali ya). Mudah-mudahan si penghulu ke depannya bisa sadar ya karena kalo di kampung selisih 270 ribu itu sangat berharga dan kalo masih tetep nyatut apalagi lebih mahal, boleh juga tuh kapan-kapan ‘disenggolin’ dikit ke KPK, hahaha.

-kaniara-

Jeprat Jepret di Waktu Mepet

Bagi saya, foto adalah barang yang tahan lama. Jadi, merogoh kocek agak dalam untuk mendapatkan foto yang bagus saat pernikahan adalah kepuasan tersendiri. Foto, mungkin suatu hari bisa menjadi alat peredam penuh kenangan jika kami berantem hebat. Oleh karenanya, saya sangat selektif untuk memilih vendor foto buat prewedding dan wedding. Oya, buat saya foto dan make up adalah dua hal yang esensial. Prinsipya, jika make up kamu nggak begitu bagus, siasatilah dengan vendor foto yang bagus yang sanggup ‘mencantikkan’ atau ‘menggantengkan’ kamu. Tapi jika make up kamu sudah bagus, apalagi kelas internasional, maka nggak perlu terlalu bawel buat vendor yang satu ini.
Ada beberapa teman yang menawarkan, namun tentulah kita pilih pilih. Selain cocok di harga dan hasil foto, ternyata kecocokan jadwal juga diperlukan mengingat lokasi pernikahan kami yang jauh dan ada beberapa acara yang memakan waktu beberapa hari. Maka sang fotografer pun harus yang punya waktu fleksibel.
Pilihan kami pun jatuh pada vendor Empty Box Photo yang isinya ternyata teman-teman suami saya. Buat foto prewedding kami pilih di Bogor, pertimbangannya adalah simple, biar gampang dapet lokasi fotonya. Pokoknya yang simple dan nggak berbelit-belit perizinannya, apalagi kalo sampe harus ngeluarin ID Card sama seragam. Temanya pun simple, pokoknya yang satu pake baju resmi aja, yang satu konsepnya jalan-jalan kota.
Saya yang waktu itu lagi ribet mau dinas luar kota ke Sidoarjo, cuma modal baju sama make up yang simple. Boro-boro mau mikirin gaya ini itu, nggak sempet. Untung sang fotografer sabar mengarahkan harus begini harus begitu. Walopun pikiran saya di Sidoarjo (mikirin hotel yang belum dapet, narsum yang nggak ada bayangannya, sama rental mobil yang belom jelas), tapi so far ternyata jadinya bagus euy.
Buat lokasi foto ada dua tempat yaitu di Coffee Pot Café, izinnya gampang karena cukup beli senilai Rp 250.000 maka kita sudah bisa jeprat jepret di dalemnya. Tempatnya juga nyaman, mau ganti baju ataupun solat gampang. Sementara lokasi kedua di Stasiun Bogor dan sekitarnya. Konsepnya traveler gitu, pake baju Trackpacking sekalian buat promosi juga, hihihi. Tapi sejauh ini ternyata foto pre wedding itu melelahkan ya. Padahal ini konsep, make up, sama kostumnya simple. Nggak kebayang kalo yang harus pake baju pengantin menjuntai-juntai dan make up tebal, rempong banget pastinya. But overall, thanks Okku dan Ade yang sudah jadi fotografer kita dan sabar mengarahkan ini itu..

Berikut beberapa foto-foto prewedding saya..






-kaniara-

Undangan Biru

Kedengarannya kayak lagu dangdut ya, tapi sudahlah ngga apa-apa. Oya, hari ini jadi kepengen posting blog lagi tentang step pernikahan (walaupun udah empat bulan pernikahan tapi ngga apa-apa lah ya)gara-gara baca tentang Royal Wedding puteri Sultan HB X, hihihi.
Undangan nikah biasanya identik dengan undangan yang mewah dengan kertas mahal dan tulisan berukir tinta emas. Tapi sebelumnya saya dan pasangan sempat survey harga undangan di percetakan di daerah rawamangun, ternyata yang bagus (hard cover) dan bertuliskan tinta emas mahal juga ya.
Pasangan saya adalah orang yang antimainstream, jadilah dia nggak mau undangan nikah yang ‘kaku’. Kita pengen punya konsep undangan yang ‘kita banget’. Akhirnya kita browsing berbagai jenis undangan di internet dan menemukan satu konsep undangan yang belum begitu pasaran di orang-orang. Kami menemukan konsep undangan yang unik di www.icknatia-adv.com. Di situ ada berbagai konsep undangan karikatur yang full color. Setelah add bbm si empunya, Mas Danang, akhirnya kita kontak-kontakan. Ada berbagai tahap yang harus dilalui. Kamipun mendesain sendiri model, warna, kata-kata, sampai konsep karikaturnya. Mas Danang pun dengan sabar meladeni kemauan kami.
Selain unik, undangan yang kami bikin juga cukup murah untuk ukuran undangan nikah. Hitungan per lembarnya hanya Rp 3.500. karena puas dengan hasil cetakan undangan nikahnya, kami pun pesan lagi untuk undangan ngunduh mantu. Masih dengan harga yang sama, tapi kali ini dikasih free onkir dari Mas Danang.
desain luar
desain dalam
Sementara buat bikin label nama, kita nggak mau ribet dengan bikin lagi di percetakan. Kami ngeprint sendiri labelnya. Caranya gampang, tinggal beli aja label nama undangan nomer 103 di toko alat tulis, browsing formatnya di internet, ditulis nama-nama yang diundang, dan tinggal di-print deh. Tadaaa..nggak perlu repot dan mahal maka sudah jadi label nama undangannya.oya, ngeprintnya harus telaten dan hati-hati ya biar hasilnya bagus. Selamat mencoba. 

-kaniara-

Sunday, September 1, 2013

Mau Tinggal Di Mana Kita?

Sibuk mempersiapkan apa saja yang diperlukan buat hari H pernikahan kadang membuat kita justru lupa sama hal yang satu ini. Pastikan jangan hamburkan isi tabungan buat pesta yang berlangsung hanya beberapa jam kalo akhirnya mau terus menerus tinggal di PMI (Pondok Mertua Indah) atau jadi kontraktor alias pengontrak seumur hidup. Yang pasti sisakan tabungan buat ngontrak setahun dua tahun atau malah langsung aja DP rumah.
Pacar saya pengen kalo udah menikah tinggal juga bareng adeknya, yang pasti kita membutuhkan hunian dua kamar donk. Cari kontrakan itu gampang-gampang susah. Ada rumahnya, harganya ngga cocok karena kemahalan. Ada rumahnya, harga cocok, lingkungan nggak cocok karena rawan banjir atau kebakaran atau kriminal atau macet. Harga oke, lingkungan oke, tapi rumahnya cuma satu kamar. Begitulah problemnya tinggal dan nyari kontrakan di Jakarta. Intinya cari kos-kosan atau kontrakan di Jakarta itu by recomendation atau harus rekomendasi dari orang jadi ngga nyisir daerah satu-satu, kayak mau sensus penduduk.
Saya dan pasangan tadinya pengen tinggal di apartemen di Pulogadung (karena lokasi tempat kerja saya di Pulogadung). Pertimbangan tinggal di apartemen adalah aman dan ada pilihan tipe yang 2BR atau dua kamar tidur. Tapi setelah disurvey teryata selain udah penuh, apartemennya kumuh dan mirip rumah susun karena kebanyakan orang dan mikir dua kali buat saya yang punya barang-barang seabrek dan demen menyimpan ‘sampah’. Belum lagi biaya maintenance-nya per bulan juga mahal euy.
Eh pas di tengah kegalauan dalam mencari tempat tinggal, tante saya menawarkan kontrakan punya Bu Haji tetangganya. Nggak gede sih tapi pas lah buat keluarga kecil. Kontrakannya bisa dibikin dua kamar, cukup gede (lebih tepatnya memanjang) dan ada halaman dan pagernya (jadi kalo buka pintu nggak langsung jalanan). Lokasinya memang nggak dekat banget sama kantor, tapi paling nggak kalo naik motor bisa 10 menitan dan naik kendaraan umum 30-45 menit. Pas juga buat suami saya yang lokasi kerjanya berlawanan sama saya. Yang pasti saya sudah tahu lingkungannya, aman, bebas banjir, dan banyak tukang jajanan yang lewat (karena saya suka jajan). Lokasinya juga strategis, ke ITC Cempaka Mas 5 menit pake motor ato bajaj, ke pasar deket tinggal jalan aja, ke Stasiun Senen juga deket, tempat makan di sekitarnya juga banyak. Ditambah lagi banyak sodara di kanan kirinya, jadi berasa hangat aja gitu lingkungannya.
Jadilah saya dan pasangan memilih rumah itu. Harganya yang harusnya 12 juta jadi 10,5 juta aja karena ditawar sama tante saya yang temen ngajinya si Bu Haji. Yah cocoklah buat saya dan suami yang masih dalam tahap menabung buat membeli rumah sendiri di tengah harga property di Jakarta yang semakin melambung tinggi dan nggak logis (jadi curcol). Oya, tips dari saya buat pasangan yang akan menikah dan tinggal mandiri, urusan rumah atau tempat tiggal jangan disepelekan. Jadi kalau bisa dapet sebelum acara perkawinan berlangsung, biar nggak ada beban.


-kaniara-

Belanja-Belanji Seserahan

Ini adalah bagian paling menyenangkan, soalnya saya adalah ratunya jadi bebas memilih sendiri. Tips membeli seserahan adalah jangan lupa dicatet dulu daftar barang yang harus dibeli apa saja jadi biar nggak kalap begitu dilepas di tempat belanja. Selain itu juga tanya teman kanan kiri yang pernah menikah, seserahan apa aja yang biasanya dibeli jadi biar nggak mubazir. Karena hakikatnya seserahan adalah benda yang berguna dan dipakai sehari-hari oleh si perempuan ketika sudah menikah.
Oya, tips lagi kalo beli seserahan, jangan mentang-mentang kita jadi ratu dan semuanya bebas milih trus jadi aji mumpung alias beli barang-barang yang sekalian mahal. Iya kalo kepake dan cocok, kalo ngga cocok modelnya ato ngga cocok di kulit (kosmetik) pas dipake bisa berabe juga. Kasian juga pasangan kita boncos. Salah-salah malah dikira bukan beli seserahan, tapi malah morotin. Nah loh..
Biar nggak menumpuk dan bikin repot belinya, seserahan bisa dicicil kok. Itu yang saya lakukan, nyicil seserahan. Jadi kalau pas jalan-jalan ke mall bisalah sambil beli sepatunya dulu, ato tasnya, ato mampir ke counter make up buat beli seserahan. Contohnya, pas jalan-jalan ke Arion, saya mampir ke counter make up trus nemu aja make up buat seserahan. Trus nanti jalan jalan lagi ke ITC Cempaka Mas, nemu lagi lumayan kan buat nambah-nambah. Eh, pas beli souvenir di Pasar Mester Jatinegara juga saya sempet-sempetin muter-muter di pasarnya dan waktu itu nemu beberapa item buat seserahan, lumayan nggak usah ngoyo nyarinya.
Buat yang muslim, biasanya seserahan atau malah mas kawin seperangkat alat solat. Saya merekomendasikan buat yang di Jakarta beli mukena dan sajadah di Pasar Mester Jatinegara atau Pasar Tanah Abang. Dua tempat itu bisa jadi lebih murah daripada beli di ITC. Tapi yang pasti, kita harus pintar-pintar nawar sama si penjual. Model dan variannya pun bannyak, mulai dari yang border biasa sampai yang sutra semuanya ada. Tapi ingat, semahal-mahalnya alat solat, yang penting adalah dipake saat nanti kita sudah menikah.

Untuk seserahan, biasanya dihias dalam kotak seserahan cantik. Waktu itu, seserahan yang saya beli dikelompokkan jadi beberapa jenis, misalnya make up sendiri, sandang sehari-hari sendiri, alat solat sendiri, dll. Untunglah saya dapat ‘warisan’ kotak seserahan dari saudara-saudara saya. Cukuplah untuk membungkus semua seserahan yang saya beli. Tapi kalau memang ada yang mau beli kotak seserahan, Pasar Stasiun Cikini atau (lagi-lagi) Pasar Mester Jatinegara menyediakannya lengkap dari berbagai model dan harga. Eh, ternyata pas hari H seserahannya nambah, karena ibu mertua beliin sepray buat nambahin seserahan. Lebih beruntungnya lagi, ternyata saudara pacar saya pinter menghias kotak seserahan. Alhasil, jadilah itu celana dan sepray dalam bentuk burung, atau handuk jadi boneka beruang. Praktis dan pastinya gratis. Yeah, lucky me, lucky us..


-kaniara-

Menghitung Hari

Memilih hari sebenernya perkara gampang-gampang susah. Untungnya kita menikah di rumah sendiri (lebih tepatnya pinjem kebon orang) jadi nggak perlu waiting list cari-cari gedung. Pada hakiatnya semua hari itu baik, tapi akan lebih baik jika dipilih hari dimana sanak saudara bisa berkumpul semuanya. Cuma, sebagai orang Jawa si pacar pengen ada itung-itungan weton. Tapi kalau jatuhnya hari-hari kerja kasian juga saudara-saudara yang dari luar kota dan bekerja. Apalagi saya juga termasuk pekerja yang susah libur di kantor karena kerja di kantor yang unpredictable. Akhirnya kami putuskanlah memilih hari Minggu, tanggal 9 Juni soalnya berdekatan sama libur panjang atau long wiken.

Tapi sayangnya tanggal itu bertabrakan sama anak sekolah yang mau tes kenaikan kelas. Akhirnya diubah lagi tanggal pernikahan jadi tanggal 23 Juni 2013 dengan alasan anak-anak sekoah sudah mulai libur. Apalagi banyak saudara yang masih sekolah ditambah lagi bapak ibunya si pacar yang kerja di sekolah juga, jadi biar nggak ribet. Tanpa itung-itungan Jawa, bismillah semua hari kan baik..


-kaniara-

The Rings

Yang ini bukan judul film, tapi step kita buat memilih cincin. Ini dilakukan sebelum hari lamaran tiba. Sebelumnya kita liat-liat dulu jenis dan model cincin kawin di toko mas di  mall. Waktu itu harga emas masih di atas Rp500.000. Hmm..lumayan juga sih, tapi yang pasti kita terus memantau harga emas lewat internet, begitu turun langsung sikat deh itu beli cincin.
Kebingungan melanda saat menentukan jenis cincin. Kita juga sempat  mikir apa mau cincin yang emas kuning dua duanya, campuran emas putih dan kuning, atau emas putih. Saya yang pasti pengen dua-duanya emas, tapi si pacar nggak mau karena dia nggak mau pake emas dengan alasan nggak boleh di agama Islam apalagi kalau buat solat. Si pacar pengennya cincin buat saya emas, buat dia perak. Tapi berhubung mikirnya ribet nyari perak dan waktu kita terbatas (karena dua-duanya kerja di tempat kerja yang waktunya nggak normal) akhirnya diputuskanlah beli emas dua duanya. Tapi punya si pacar nggak dipake, cuma dipake buat property foto-foto. Lagian mikirnya juga itung-itung buat investasi, walaupun pada akhirnya juga nggak akan dijual.
Akhirnya kita (kita adalah pasangan yang nggak mau ribet) memutuskan untuk beli emas di Mall Arion, karena deket sama kosan saya. Pas banget waktu itu harga emas turun di angka (kalo nggak salah inget) Rp 490.000,- per gramnya. Akhirnya saya sama pasangan mampir ke toko emas Menteng. Tokonya cukup recomended kok kalo di Arion, selain rame dikunjungi orang, mas-masnya juga ramah dan telaten milihin cincin buat saya. Ditambah lagi dikasih bonus aqua gelas biar nggak haus.
Saya beli cincin yang couple, langsung milih yang ada aja modelnya di toko emas, karena kalo pesen ribet lagi nantinya dan lama. Akhirnya saya menjatuhkan pilihan di satu model cincin emas. Dengan satu buah mata dan dua mata kecil di sisi-sisinya. Simple tapi elegan buat saya. Tapi sayang buat si pacar ukurannya kegedean, tapi kata dia nggak masalah soalnya kan cuma buat properti. Kita pun akhirnya memilih cincin itu dengan berat 9,25 gram dengan total harga Rp 4.550.000 plus bonus tempat cincinnya dari toko emasnya. Oya satu lagi, kita juga menuliskan nama kita di balik cincinnya, tulisannya “DEWI-AJI”. Yah biar kayak di film-film gitu yang kelihatannya romantis.

Cincin lamaran plus cincin kawin
"AJI-DEWI"

-kaniara-


Saturday, August 31, 2013

The Proposal

Ternyata si pacar sudah punya planning mau menikah di usia 26 tahun. Pas lah buat kita berdua yang memang seumuran. Dia ngga terlalu muda dan sayanya nggak terlalu tua. Yah mungkin si pacar jengah juga dengan kegalauan saya di sosial media, yang suka bikin pantun propaganda di sosial media biar cepet-cepet dilamar atau status-status galau lainnya, hehehe.
Tapi akhirnya si pacar memberanikan diri buat melamar saya. Kelegaan juga terasa sama ibu saya yang ikut-ikutan galau gara-gara anak gadisnya nggak kunjung dilamar pacarnya. Padahal udah empat tahun pacaran. Terus begitu tanggal lamaran ditentukan, si ibu heboh bikin acara. Dari masak-masak, pesen kue, sampai ngecat rumah.

Akhirnya tanggal 23 Februari 2013 si pacar resmi melamar saya. Acara lamarannya sederhana, Cuma dihadiri saudara dan tetangga dekat rumah. Persiapannya pun (dari sayanya) juga sederhana. Tadinya mau jahit kebaya dulu buat acara lamarannya, tapi nggak sempet karena sayanya keburu ketabrak masuk shift malam, lagian mikir juga ribet mau jahit dimana di Jakarta. Padahal sebelumnya udah rajin hunting bahan sama model kebaya di internet. Akhirnya pas hari H pake baju kebaya ibu deh. Not bad lah untuk acara di rumah, sopan lagi. Make up juga ngga sempet ke salon, soalnya nggak tau salon mana yang bagus di rumah. Alhasil make up sendiri aja. Si pacar pun juga begitu, pake baju batik koleksinya, nggak sempet nyari-nyari lagi, sibuk. Tapi yang lebih penting acaranya lancar..car..car..

Akhirnya sah, mengurangi beban kegalauan

-kaniara-

Twenty Something Years Old, Gerbang Kegalauan

Dulu selalu berpikiran untuk menikah di usia usia 28 atau 29 tahunan lah. Buat apa menikah cepet-cepet, toh akhirnya nanti ngurusin dapur, sayang kan udah sekolah tinggi-tinggi. Itu pikiran jaman dulu. Malah dulu pernah diajak pacar buat menikah umur 25 tahun tapi nggak mau. Dunia nggak berubah, tapi pendirian dengan cepat berubah. Setelah empat tahun pacaran dan memasuki umur 25 tahun, kegalauan mulai melanda. Empat tahun pacaran, mau dibawa kemana?

Umur sudah semakin tua, orang tua mulai bertanya-tanya. Apalagi social media, lebih-lebih facebook isinya galeri foto pernikahan sama bayi-bayi, jadi semakin males untuk membukanya. Bisa jadi ini kemakan omongan sendiri yang pengen nikah di usia hampir 30 tahun. Haduh.. padahal kalo dihitung-hitung kita sudah makan asam garam dunia perpacaran, dari mulai long distance sampe akhirnya satu kota.

-kaniara-

Cinta Bersemi Lewat Reuni

Kalo ada yang bertanya, bagaimana kita bertemu, jawabannya adalah cinta bersemi lewat reuni (sekilas kayak judul film tahun 70'an). Begitulah kami. Hampir tujuh tahun tak bertemu akhirnya menyatu karena reuni SMP. Klise memang, tapi begitulah adanya. Cinta bersemi dalam dua hati yang kosong, cailaahh. Tapi yang pasti kita serius menjalani hubungan. Yah walaupun sedikit terbersit pikiran masih cinta monyet. Tapi toh akhirnya setelah empat tahun berjalan, jadi juga ketemu di pelaminan, tapi untungnya bukan sebagai tamu tapi sebagai pasangan pengantin :)

-kaniara-

Prolog

Okee ini blog yang baru. Sebenarnya bukan baru bikin blognya sih, tapi ini blog lama yang udah lama nggak keurus maka mau dialihfungsikan (ibarat bangunan tua mau dibenerin biar cakep). Rencananya sih mau diisi perihal ke-wedding-wedding-an alias all about wedding karena saya suka banget wedding. Mudah-mudahan bisa konsisten juga, nggak angot-angotan kayak blog yang sebelumnya.

Bikin blog ini juga sebenernya saran suami. Selain buat mendokumentasikan dan sharing tentang wedding kami, siapa tahu berguna, blog ini juga rencananya mau bahas apapun tentang wedding. Sebenernya pengen suami nulis juga disini, jadi biar berasa romantis kayak pasangan-pasangan lain yang ngeblog bareng dan juga bukan saya penulis tunggalnya. Tapi sayang suami saya nggak bisa nulis yang indah-indah di blog alias tahunya cuma 1 sama 0 alias coding. Tapi tak apalah yang penting dia selalu support saya. Anyway, enjoy this blog yaa..

-kaniara-